MOTIVASI DAN MEMIMPIN USAHA
A. Motivasi
1. Pengertian
Motivasi
Motivasi
berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya
motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung
perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil
yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada
bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang
diinginkan.
Perusahaan
tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang
terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang
maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan
jika mereka tidak mau bekerja giat.
Di bawah ini merupakan beberapa pengertian dari
motivasi yaitu:
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:143).
”Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya
untuk mencapai kepuasan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:93).
“Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai
tujuan dari motifnya”.
Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:321).
“Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau
keinginan seseorang”.
Menurut T. Hani
Handoko (2003:252).
“Motivasi adalah
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah dorongan dalam mengarahkan individu yang merangsang tingkah
laku individu serta organisasi untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan.
2. Tujuan
Motivasi
Tujuan
motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146)adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan.
b. Meningkatkan
produktivitas kerja karyawan.
c. Mempertahankan
kestabilan karyawan perusahaan.
d. Meningkatkan
kedisiplinan karyawan.
e. Mengefektifkan
pengadaan karyawan.
f. Menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik.
g. Meningkatkan
loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
h. Meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
i. Mempertinggi
rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
j. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
3. Jenis-Jenis
Motivasi
Malayu
S.P Hasibuan (2005:150) mengatakan
bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut:
a. Motivasi
Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah
Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka
yang berprestasi di atas prestasi standar
b. Motivasi
Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah
Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman.
Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan
meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat
berakibat kurang baik.
4. Metode
Motivasi
Malayu
S.P. Hasibuan (2005:149), mengatakan bahwa ada dua
metode motivasi adalah sebagai berikut:
a. Motivasi
Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah
motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan secara langsung kepada
setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya, jadi
sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan
bintang jasa.
b. Motivasi
Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi Tidak
langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran
tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan
sejenisnya.
5. Proses
Motivasi
Malayu
S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses
motivasi adalah sebagai berikut :
a. Tujuan
Dalam proses motivasi
perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan
dimotivasi kearah tujuan.
b. Mengetahui
kepentingan
Hal yang penting
dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya
melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
c. Komunikasi
efektif
Dalam proses motivasi
harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa
yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya
insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi
tujuan
Proses motivasi perlu
untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan
organisasi adalahneedscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta
perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting untuk
memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan
mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan
kendaraan kepada salesman.
f. Team
Work
Manajer harus
membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai
tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu
perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
6. Teori-Teori
Motivasi[1]
Beberapa
teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang bisa menjadi sumber untuk
perusahaan dalam memotivasi dan meningkatkan kinerja karyawannya adalah:
a. Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan
fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan
sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata,
akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih
sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri
(self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik.
Juga jelas bahwa kebutuhan
manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal,
mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Berangkat dari
kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam
penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik,seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman,
merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa :
· Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
· Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti
tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu
dalam pemenuhan kebutuhan itu.
· Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
b. Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland
dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh
Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi,
atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Menurut McClelland
karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri
umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat
kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul
karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah
Teori X
dan Teori Y
Teori X dan Teori Y ialah teori motivasi
manusia yang dicipta dan dibangunkan oleh Douglas McGregor di Sekolah Pengurusan MIT Sloan pada
1960-an, yang telah digunakan bagi pengurusan sumber manusia, tingkah laku
organisasi, komunikasi
organisasi dan pembangunan
organisasi. Ia menggambarkan dua model bertentangan mengenai
motivasi tenaga kerja. Teori ini mengemukakan strategi kepemimpinan efektif
dengan menggunakan konsep pengurusan berpenyertaan. Konsep ini terkenal dengan
menggunakan anggapan-anggapan sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori
X cenderung menyukai gaya kepemimpinan melalui kuasa dan sebaliknya, seorang
pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
Sebagai contoh, karyawan yang memiliki jenis teori X adalah karyawan dengan
sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki
jenis teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan
dari atasannya. Jenis Y ini adalah jenis yang sudah menyedari tugas dan
tanggungjawab pekerjaannya. Teori X dan Teori Y mempunyai
kaitan dengan persepsi pengurus ke atas pekerja mereka, bukan mengenai cara
mereka biasanya bertindak. Ia adalah sikap dan bukannya ciri-ciri . Teori perilaku ialah teori yang menjelaskan bahawa suatu perilaku tertentu
dapat membezakan pemimpin dan bukan pemimpin pada setiap manusia. Konsep teori
X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side
Enterprise di mana para pengurus / pemimpin organisasi syarikat
memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan iaitu teori x
atau teori y.
Teori X
Teori ini menyatakan bahawa pada
dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang
menghindar dari pekerjaan dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Pekerja
memiliki cita-cita yang kecil untuk mencapai tujuan syarikat namun menginginkan
balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus
terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan apa
yang diinginkan syarikat.
Teori Y
Teori ini memiliki anggapan
bahawa kerja adalah kudrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari. Pekerja
tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat kerana mereka memiliki
pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan syarikat.
Pekerja memiliki kemampuan kreatif, imaginasi, kepandaian serta memahami
tanggungjawab dan prestasi atas pencapaian tujuan bekerja. Pekerja juga tidak
harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja
c. Teori
Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer
dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan
huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E= Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R= Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan
G= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat
persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua
dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila
teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
· Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
· Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
· Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
· Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang dicapainya.
d. Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang
diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg.
Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi,
yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini
yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan
yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang
sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg,
yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam
karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya,
teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.
Salah satu tantangan
dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat
faktor mana yang lebihberpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang
bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
e. Teori
Keadilan
Inti teori ini
terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan
antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang
diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan
yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha
memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
· Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
· Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
· Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
· Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan
ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
g. Teori
penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan
mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d)
tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan
berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
h. Teori
Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Victor H. Vroom, dalam
bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang
disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan
cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
i. Teori
Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau
model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model
kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya
pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam
kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang
ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini
berlakulah upaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan
bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi
yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku
yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat
sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik
tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya
bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk
diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku
tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan
dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
j. Teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari
pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus
berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah
apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang
individu .
Menurut model ini,
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a)
persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi;
(d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang
dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara
lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
7. Model-Model
Motivasi[2]
a. Model
Tradisional
Model tradisional ini
digunakan untuk memberikan dorongan kepada karyawan agar melakukan tugas mereka
dengan berhasil, para menajer menggunkan sistem upah insentif, semakin banyak
mereka menghasilkan atau mencapai hasil kerja yang sempurna, semakin besar
penghasilan mereka.
b. Model
Hubungan Manusiawi
Model hubungan
tradisional yaitu para manajer dianjurkan untuk bisa memotivasi para karyawan
dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan dengan membuat mereka merasa
penting dan berguna, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Para
karyawan diberi lebih banyak waktu kebebasan untuk mengambil keputusan
dalam menjalankan pekerjaannya.
c. Model
Sumber Daya Manusia
Model Sumber Daya
Manusia yaitu karyawan mempunyai motivasi yang sangat beraneka ragam, bukan
hanya motivasi karena uang ataupn keinginan akan kepuasan, tetapi juga
kebutuhan untuk berprestasi dan mempunyai arti dalam bekerja. Tugas manajer
dalam model ini, bukanlah menyuap para karyawan dengan upah atau uang saja
tetapi juga untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai
tujuan organisasi dan anggotanya, dimana setiap karyawan menyumbangkan sesuai
dengan kepentingan dan kemampuannya masing-masing.
B. Prinsip-prinsip
Dalam Motivasi Kerja
Anwar
P. Mangkunegara (2007:100), mengatakan bahwa terdapat
beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip
Partisipasi
Dalam upaya
memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam
menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip
Komunikasi.
Pemimpin
mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian
tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi
kerjanya.
3. Prinsip
Pengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui
bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan
pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip
Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang
memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu
dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat
pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip
Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan
perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai
bekrja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
C. Prespektif
Motivasi
1. Perspektif
Behavioral
Menekankan imbalan
dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif
adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi
perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat
menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada
perilaku yang tepat danmenjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer,
dkk, 2000)
2. Perspektif
Humanistis
Menekankan pada
kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib
mereka dan peka terhadap orang lain. Berkaitan erat dengan pandangan Abraham
Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki
Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri.
3. Perspektif
Kognitif
Pemikiran murid akan
memandu motivasi mereka, juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan,
perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer,
2000; Zimmerman & Schunk, 2001). Jadi perspektif behavioris memandang
motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan
perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak
dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep menurut White (1959)
tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi
lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses
informasi secara efisien.
4. Perspektif
Sosial
Kebutuhan afiliasi
adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Membutuhkan
pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan
akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk
menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang
tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah
yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sifat
akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1999; Stipek,
2002).
B. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan
menurut Wikipedia adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin
kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Kepemimpinan
menurut pendapat umum adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau
kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
2. Tipologi Kepemimpinan
Tipologi Kepemimpinan secara umum di bagi menjadi 5, yaitu:
1. Tipe Otokratik
Dalam hal ini pengambilan keputusan seorang
manajer yang otoratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan kepada
bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannnya itu
hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali
dalam proses pengambilan keputusan. Dalam memelihara hubungan dengan para
bawahannnya, manajer yang otokratik biasanya menggunakan penedekatan formal
berdasarkan kedudukan dan statusnya.Seorang pemimpin yang bergaya otokratik
biasanya berorientasi pada kekuasaan, bukan berorintasi relasional. Dapat
disimpulkan bahwa gaya otokratik bukan yang didambakan oleh para bawahan dalam
mengelola suatu organisasi karena unsur manusia sering diabaikan.
2. Tipe Paternalistik
Seorang pemimpin yang paternalistik dalam
menjalankan organisasi menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut
:
a. Dalam hal pengambilan keputusan kecendrungannya
ialah menggunakan cara mengambil keputusan sendiri, kemudian menjual kepada
para bawahannya tanpa melibatkan para bawahan dalam pengambilan keputusan.
b. Hubungan dengan bawahan lebih banyak bersifat
bapak dan anak.
c. Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya,
pada umumnya bertindak atas dasar pemikiran kebutuhan fisik para bawahannya
sudah terpenuhi. Apabila sudah terpenuhi maka para bawahan akan mencurahkan
perhatian pada pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Orientasi kepemimpinan dengan gaya
paternalistik ditujukan pada dua hal, yaitu penyelesaian tugas dan
terpeliharanya hubungan baik dengan para bawahannya sebagaimana seorang bapak
akan selalu berusaha memelihara hubungan yang serasi dengan anak-anaknya.
3. Tipe Kharismatik
Pemahaman yang lebih mendalam tentang
kepemimpinan yang bersifat kharismatik menunjukan bahwa sepanjang persepsi yang
dimilikinya tentang keseimbangan antara Pelaksanaan tugas dan pemeliharaan
hubungan dengan para bawahan seorang pemimpin kharismatik nampaknya memberikan
penekanan pada dua hal tersebut, artinya ia berusaha agar tugas-tugasnya
terselenggara dengan sebaik-baiknya dan sekaligus memberikan kesan bahwa
pemeliharaan hubungan dengan para bawahan didasarkan pada relasional dan bukan
orientasi kekuasaan.
4. Tipe Laissez Faire
Persepsi pimpinan yang Laissez Faire tentang
pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara orientasi pelaksanaan tugas dan
orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa aksentuasi diberikan pada
hubungan ketimbang pada penyelaisan tugas. Titik tolak pemikiran yang digunakan
ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang
pemimpin dengan para bawahan, dengan sendirinya para bawahan itu akan terdorang
kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara
bertanggung jawab. Masalahnya terletak pada persepsi pimpinan yang didasarkan
pada asumsi-asumsi tertentu yang tidak sesuai dengan sifat dasar manusia.
5. Tipe Demoktarik
Pandangan yang dominan tentang tipe
kepemimpinan yang demokratik yang dipandang paling ideal. Meskipun tidak ada
jaminan bahwa organisasi akan berjalan mulus. Pada umumnya didasari bahwa
adanya biaya yang harus dipikul oleh organisasi dengan adanya kepemimpinan
demokratik.
Ciri pemimpin yang demokratik dalam hal
pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya mengikutsertakan para bawahan
dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan hubungan tipe
demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang serasi,
dalam arti terpeliharanya keseimbangan antara hubungan yang formal dan
informal.Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan bawahannya
sebagai rekan kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian
tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.
3. Fungsi dan Sifat Kepemimpinan
A. Fungsi Kepemimpinan
1.
Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
2. Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.
3. Fungsi
pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga untuk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga untuk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
4. Fungsi
Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam rencana .
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam rencana .
5. Fungsi
mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan.Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan.Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
6. Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya.Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya.Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
B. Sifat Kepemimpinan
1. Selalu membuka forum setelah membuat dan menyampaikan rencana.
2. Sabar dan mendengarkan pendapat.
3. Tidak bersikap diktator.
4. Memahami sifat orang di dalam perusahaan.
5. Menunjukkan perhatian pada bawahan.
6. Tidak memihak ataupun memilih-milih karyawan.
7. Fleksibel ,luwes dan bijaksana.
8. Baik dalam tata bahasa dan tata krama (attitude).
9. Dan masih banyak lagi ( Dalam hal positif ).
Salah satu ilmuwan dan ahli penelitian
perilaku yang telah memberikan batasan mengenai kepemimpinan, yaitu Ralp M. Stogdill
(1971). Batasan yang diajukan adalah ”Managerial leadership as the
process of directing and influencing the task related activities of group
members”.( Kepemimpinan
manajerial sebagai proses pengarahan dan memengaruhi aktivitas yang dihubungkan
dengan tugas dari para anggota kelompok. )
Berdasarkan
batasan di atas, terdapat tiga implikasi penting yang perlu mendapat perhatian:
1. Kepemimpinan
harus melibatkan orang lain atau bawahan. Karena kesanggupan mereka untuk
menerima pengarahan dari manajer, para bawahan membantu menegaskan eksistensi
manajer dan memungkinkan proses kepemimpinan.
2. Kepemimpinan
mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara manajer dan
bawahan. Manajer memiliki otoritas untuk mengarahkan beberapa aktivitas pada
bawahan, yang tidak mungkin dengan cara yang sama mengarahkan aktivitas
manajer.
3. Disamping
secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah atau pengarahan,
manajer juga dapat memengaruhi bawahan dengan berbagai sifat kepemimpinannya.
5. Teori Kepemimpinan
1. Teori The 'Great Man' (Thomas Carlyle-1888, Herbert
Spencer-1896).
- Kepemimpinan adalah kemampuan yang melekat -
Pemimpin besar dilahirkan, bukan dibentuk.
- Pemimpin besar muncul sebagai
heroik, mitos dan ditakdirkan karena diperlukan.
- Disebut 'Great Man' karena
pada saat itu pemimpin dianggap sebagai kualitas laki-laki.
2. Teori Trait (Gordon Allport-1937, Hans Eynsenck-1967).
- Pemimpin
terbentuk karena warisan karakteristik perilaku tertentu yang dimiliki
seseorang.
- Tetapi
jika perilaku tertentu adalah indikator kepemimpinan, mengapa banyak orang yang
mempunyaisifat kepemimpinan tetapi tidak menjadi pemimpin?
3. Teori Contingency (Joan Woodward-1958, Fiedler, FE-1958).
-
Kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan yang menentukan gaya
kepemimpinan.
- Tidak ada gaya kepemimpinan
yang terbaik untuk semua situasi.
- Keberhasilan
pemimpin tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan,
kualitas para pengikut dan aspek lingkungan.
4. Teori Situational (Hersey dan Blanchard-1977).
- Pemimpin
harus memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang sedang di hadapi.
- Gaya kepemimpinan
berbeda-beda tergantung situasi yang berlainan.
- Misalnya
di tengah cendekiawan, gaya kepemimpinan demokratis mungkin paling tepat
diterapkan.
5. Teori Behavioral (Skinner-1967, Bandura-1982).
- Sesuai prinsip
behaviorism, seseorang pemimpin besar dapat dibentuk, tidak selalu karena
dilahirkan ataudimitoskan.
-
Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau kondisi
internal.
- Setiap
orang dapat memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi,
dan karenapengalaman.
6. Teori Particivative (Robert House-1996).
- Gaya
kepemimpinan yang ideal adalah mendorong partisipasi dan kontribusi anggota
kelompok.
- Anggota
kelompok merasa lebih memiliki dan berkomitmen pada proses pengambilan
keputusandan pencapaian tujuan organisasi.
- Untuk
memotivasi partisipasi, pemimpin harus terbuka pada masukan anggota kelompok.
7. Teori Transaksional (Max Webber-1977, Bernard Bass-1981).
- Teori Transaksional atau Teori Manajemen, berfokus
pada peran pengawasan kerja, organisasi dan kelompok karyawan.
- Teori
ini berdasarkan pada reward dan punishmen - karyawan dihargai apabila sukses
dan ditegur ataudihukum apabila melanggar aturan yang disepakati.
8. Teori Transformational
(James McGregor Burns-1978, Bernard Bass-1981).
- Teori
Transformational, atau Teori Relationship, berfokus pada pola hubungan antara
pemimpin dan pengikutnya.
- Pemimpin memotivasi dan
menginspirasi orang agar melihat kepentingan tugas.
- Pemimpin
memperhatikan potensi orang dan memiliki standar etika dan moralitas
kepemimpinan yangtinggi.
6 Masa depan Teori Kepemimpinan
Sejalan dengan
penelitian-penelitian terdahulu, tak dapat dipungkiri bahwa teori kepemimpinan memang akan terus
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zamannya. Dinamika lingkungan
kini dengan perubahan-perubahan yang mengalir
begitu cepat, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, transportasi
serta teknologi di bidang manufaktur juga turut menjadi faktor pengaruh
dalam perubahan teori kepemimpinan.
Karena dalam era global seperti saat ini, dunia seakan menjadi tanpa batas,
mobilitas sumberdaya menjadi semakin cepat, informasi menjadi instan, maka
organisasi tentunya akan dihadapkan pada
berbagai peluang dan sekaligus tantangan yang semakin kompleks.
Dalam menciptakan keunggulan dari persaingan organisasi, kini lebih
difokuskan pada persaingan sumber daya dan kompetensi. Intinya, organisasi
harus selalu harmoni dengan perubahan dan berpandangan jauh ke depan, sehingga
tidak selalu tertinggal dengan perubahan, justru sebaliknya akan menjadi
pemimpin perubahan itu sendiri.Dalam kondisi tersebut, tentulah seorang
pemimpin yang akan memainkan peranan pentingnya. Dan menarik untuk dicermati
bahwa hampir setiap aspek kerja dipengaruhi dan tergantung pada kepemimpinan
(Overton,2002). Artinya, kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan sebuah
organisasi dalam membangun kapabilitas dan kompetensinya untuk memenangkan
persaingan secara berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar